Mengapa Wartawan Masih Diintimidasi dan Bagaimana Mengakhirinya

Oleh: Ade Muksin

Ketua PWI Bekasi Raya_

Intimidasi terhadap wartawan bukan hal baru. Dari lapangan kecil hingga kasus besar, wartawan kerap menjadi sasaran ancaman, bentakan, bahkan kekerasan fisik. Pertanyaan pentingnya: mengapa hal ini masih terus berulang, padahal kebebasan pers sudah dijamin Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers?

*Pertama,* masih banyak aparat atau pihak tertentu yang tidak memahami posisi wartawan sebagai pilar demokrasi. Wartawan kerap dianggap pengganggu, bukan mitra yang menjalankan fungsi kontrol sosial.

*Kedua,* solidaritas wartawan sendiri masih lemah. Ada yang berteriak lantang di awal, tetapi melemah di akhir dengan alasan personal. Ini membuat intimidasi seolah-olah bisa diselesaikan hanya dengan makan bersama. Padahal marwah profesi tidak bisa dibarter dengan senyum dan foto bersama.

*Ketiga,* banyak kasus berhenti di jalur damai tanpa ada efek jera bagi pelaku. Akibatnya, intimidasi dianggap hal biasa yang bisa diulang kapan saja.

*Keempat,* stigma buruk terhadap wartawan juga masih menjadi masalah. Oknum yang menyalahgunakan profesi membuat citra wartawan mudah dilemahkan, sehingga intimidasi dipandang wajar.

*Lalu bagaimana mengakhirinya?*

*Pertama,* penegakan hukum harus tegas. Intimidasi terhadap wartawan bukan sekadar pelanggaran etik, tapi pelanggaran hukum yang menghalangi kerja jurnalistik.

*Kedua,* organisasi pers harus solid. Tidak boleh ada kompromi murahan yang melemahkan profesi. PWI dan organisasi wartawan lain harus menjadi garda terdepan melawan segala bentuk intimidasi.

*Ketiga,* wartawan harus menjaga integritas. Jangan sampai ada lagi wartawan murahan yang menjual profesinya demi kenyamanan pribadi.

*Keempat,* edukasi publik dan aparat harus berkelanjutan. Polri, TNI, maupun pejabat publik perlu terus diingatkan bahwa wartawan bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan untuk dirinya sendiri.

Intimidasi terhadap wartawan sama saja dengan melawan demokrasi. Dan demokrasi tanpa kebebasan pers hanyalah kediktatoran berkedok aturan.

*PWI Bekasi Raya berdiri tegak menjaga nurani profesi. Kami bukan pelacur profesi. Kami adalah penjaga kebenaran.(*)